Aku bangun dari tempatku merebah. Duduk sebentar dan mencoba berdialog dengan otakku yang manja ini. Setelah sepi dalam diam sejenak, aku mulai maklum dengannya. Mungkin memang sudah sepantasnya aku memanjakannya. Apalagi sepulang kerja begini, tentunya dia lelah sebagaimana lelahnya badanku. Tapi ternyata badanku tetap harus tunduk padanya, dan mau tidak mau aku tetap harus ke tempat itu. Lagipula untuk kesana tanpa biaya. Mungkin sedikit mengeluarkan tenaga, Namun tetap tidak sebanding dengan apa yang telah diberikannya. Semua penghargaan di atas meja di ruangan ini kuperoleh dari hasilku memerasnya. Dan mungkin juga seisi ruangan ini. Semua darinya.
”Hmm.....rupanya kerja mu sungguh luar bisa” gumam kepuasanku dalam hati.
Belum aku lekas berdiri, sejenak kutatap foto-foto yang menempel di dinding ruangan ini satu per satu. Foto-foto itu sengaja aku susun berdasarkan urutan waktu. Berderet dan membanggakan hati. Sudah barang tentu hal itu membuat otakku protes, pikirnya enak benar jadi hati. Otak yang bekerja, tapi hati yang berbangga.
Dari salah satu foto-foto itu kulihat orang nomor satu di negri ini sedang mengalungkan medali ke leherku. Badanku membungkuk dan dia mengalungkannya. Ohh.. alangkah senangnya. Mungkin sebentar lagi fotoku dari Swedia akan menambah deretan gambar-gambar di dinding itu. Semua itu sudah kurasakan begitu dekat. Dan aku sudah menantikannya begitu lama.
”Aku pasti ke Stockhlom!”Mulutku berucap lagi, kali ini mewakili berkobarnya keyakinan dalam diriku.
Nobel di bidang Biologi. ”Sebentar lagi kau pasti jadi milikku”. Namaku akan terpahat dalam buku. Kelak, anak-anak akan bermimpi menjadi seperti aku. Seperti masa kecilku, yang bermimpi menjadi Edisson penemu lampu yang termashur itu. Aku pikir itu akan sangat memuaskan. Adakah lagi yang dicari ilmuwan di dunia ini? Sudah pasti adalah “penghargaan”. Sebuah omong kosong jika ilmuwan hanya mencari teknonogi. Penghargaan dan pengakuan umat manusia itulah tujuan utama. Teknologi mungkin hanya efek samping dari ambisi para ilmuwan dalam mencari penghargaan itu. Kebanggaan tetap nomor satu. Bagiku pun demikian. Predikat ilmuwan terlanjur melekat dalam jiwaku. Dan memang sedari kecil aku ingin menjadi seperti sekarang ini. Sebagai ilmuwan saat ini semua telah kuperoleh. Namun jiwaku berkata bahwa semuanya kurang lengkap tanpa Nobel. Dan otakku akan sangat merasa berdosa sebelum mendapatkan itu. Bahwa me-mubadzir-kan anugerah Tuhan yang diberikan pada ku, yaitu tajamnya otakku, adalah hal yang memalukan. Maka aku harus meraihnya. Aku pasti meraihnya. Walaupun aku tahu, tidaklah mudah bagiku. Aku harus keluar dari negara ini. Kehausanku akan penghargaan ilmiah tidak mungkin aku obati di sini. Di negaraku orang lebih suka berlomba mengisi perut daripada mengisi otak. Bisa jadi kini berkas skripsi ku, hanya berakhir sebagai bungkus tempe di pasar pagi. Mau tidak mau aku harus pergi. Aku ingin melihat dunia lebih luas lagi.
Bersambung..
Cara merubah kursor pada Blogger
12 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar