story by : Misbakhul Munir, Sembawa, 31 Desember 2009 – 1 Januari 2010
Aku letakkan tasku di atas meja dengan setengah melempar, lalu aku duduk dan ku hela napasku dalam-dalam. Hari ini terasa begitu berat. Seperti ada sesuatu yang ingin ku keluarkan dari rongga dadaku ini, karena telah sedemikian sesaknya. Paling tidak, aku ingin diujung sore ini aku bebas dari segala beban. Tetapi ternyata memang tak semudah yang kuinginkan.
Mataku menerawang kosong, menembus batas-batas ruangan ini. Ruangan berukuran 4 meter kali 5 meter ini, aku menyebutnya kamar. Tetapi bukan kamar dimana hanya tempat untuk meletakkan badanku di malam hari, tetapi juga ruang untuk menuangkan ide-ide cemerlangku ke dalam rancangan-rancangan penelitianku selama ini, karena itulah kerjaku setiap hari.
”Hhh...panas benar hari ini” mulutku berucap, dan jari-jariku tanpa diperintah menggapai remote penyejuk ruangan dan menyalakannya pada suhu minimum.
Setelah lelah telinga mendengar renyahnya hiruk pikuk keramaian dan mencium carut marutnya aroma di dalam bus kota selama perjalananku pulang dari tempat kerja, kamarku ini memang tempat pelampiasan yang paling cocok untuk menurunkan tensi emosiku.
Aku ingin hempaskan segala penat sebagaimana ku hempaskan badanku di atas kasurku yang empuk ini. Dan seperti biasa, saat-saat seperti ini, selalu saja otak-ku menyeret hasratku ke suatu tempat. Tempat yang tak pernah bosan dipikirkannya. Sepulang kerja begini ia selalu bertingkah seperti bayi, yang merengek ingin menethek. Mungkin sudah menjadi jam biologis-nya, hingga mau tak mau kaki ini harus segera kulangkahkan kesana. Pastinya ketempat itu.
”Baiklah sayang, kita akan segera kesana…..” Begtulah kira-kira ungkapan mulutku mewakili diriku, untuk menenangkan otakku yang rewel ini.
Kadang aku tidak mengerti, apa yang menarik dari tempat itu, sampai-sampai otakku selalu meronta ingin kesana, terlebih sore ini. Aku merasa hari ini dia sangat memaksa. Hal ini sudah terasa sejak aku masih ditempat kerja tadi. Bayanganku selalu ke tempat itu. Padahal di tempat itu tidak ada yang menonjol sama sekali. Mungkin memang benar disana sepi dan pohon-pohon masih kokoh berdiri. Dan mungkin tidak salah jika hal itu membuat atmosfirnya dipenuhi oksigen. Aku kira oksigen itulah yang dibutuhkannya saat ini. Aku ingat teori yang kudapat sewaktu di Sekolah Menengah Pertama, bahwa setiap sel memerlukan oksigen. Pastilah setiap sel tubuhku membutuhkan oksigen. Apalagi sel otakku ini. Tiap hari ku jejali dengan banyak hal, mulai dari yang ideal, rasional, nalar sampai ke hal yang absurd dan bahkan tak senonoh.
Mungkin itulah maksud otakku. Dia ingin memenuhi kebutuhannya, seperti perut mencari nasi diwaktu lapar. Alangkah bedebahnya jika tak ku kabulkan keiginannya. Tiap hari ku pekerjakan dia, kuperas, bahkan sering kuperkosa. Jika aku tak memberikan kebutuhannya, maka orang macam apa aku ini.
Bersambung......
Cara merubah kursor pada Blogger
12 tahun yang lalu
melihat ini aku kaget...., tapi janji adalah janji..., dan dari kesekian janji yang kuingkari, aku mungkin hanya berusaha untuk yang sedikit ini.
BalasHapusKepada Alloh aku mohon ampun.